Sabtu, 07 Mei 2016

ANTARA ADA DAN TIADA

Tulisan ini bukan membahas tentang judul lagu dari group band Utophia, tapi akan membahas tentang perjalanan kehidupan yang saya alami, dari dahulu sampai sekarang.
Sebenarnya saya adalah orang yang dilahirkan dalam keluarga yang terbilang besar, 6 bersaudara kalau gak mau dibilang 8 bersaudara. Saya punya kakak 4, 2 sejalur, 1 jalur kiri, dan 1 lainnya jalur kanan, dan punya adik 3.
Kehidupan saya waktu kecil, mungkin hampir sama dengan kehidupan anak-anak lainnya, sekolah, main, dan lain sebagainya.
Hanya ada sedikit peristiwa yang sampai sekarang masih saya ingat, sebagai seorang adik mungkin sudah wajar kalau selalu pengen ikut main bersama kakaknya, namun kakak selalu tidak pernah mau kalau saya ikut main, sehingga sampai sekarang saya selalu "takut" untuk berkawan sama orang yang usianya lebih tua daripada saya.
Beranjak remaja, setelah lulus dari pendidikan menengah (MTs) saya mengikuti jejak sang kakak menuntuk ilmu di sebuah pondok pesantren di jawa timur.
Selama saya di jawa timur, banyak hal yang saya lewatkan yang terjadi di keluarga saya.
Ketika suatu saat saya berangkat ke jawa timur, entah kenapa air mata menetes, padahal sebelumnya tidak pernah air mata saya menetes seperti itu, seolah olah saya akan berpisah dengan orang yang saya sayang. Saya tidak berfikir negatif waktu itu, saya anggap mungkin ini hal yang wajar, berpisah dengan orang yang saya cintai untuk menuntut ilmu, namun ternyata kenyataan berkata lain, dipenghujung tahun ajaran, ayah saya meninggal dunia, keluarga saya waktu itu tidak memberitahu saya dengan alasan supaya pendidikan saya tidak terganggu, sebab mau menghadapi ujian kenaikan kelas, sehingga ketika saya mendengar kabar dari teman saya bahwa ayah saya meninggal saya marah dan hendak memukul teman saya itu, tangan kanan saya sudah mengepal siap untuk dihantamkan ke wajah teman saya, sementara tangan kiri saya memegang baju teman saya, tapi teman saya malah bilang, oh silahkan saja kalau kamu mau pukul saya, emang kamu tidak dikasih tahu? kata teman saya. mungkin itulah jawaban kenapa ketika saya berangkat, air mata menetes tanpa alasan.
Sekitar dua tahun kemudian, diwaktu yang mungkin hampir sama, yakni di penghujung tahun ajaran, menjelang ujian kenaikan kelas, saya dipanggil oleh kyai, dan menyuruh saya pulang, tanpa memberitahu alasannya. sampai dirumah saya kaget, karena di rumah dipasang lampu neon ukuran besar, dan banyak orang berkumpul disitu, setelah sampai di rumah, baru saya diberitahu kalau ibu saya meninggal.
Waktu berlalu, masa untuk menuntut ilmu pun sudah begitu lama, sehingga mengharuskan saya untuk pulang ke kampung halaman, dan saya dituntuk untuk menyebarkan ilmu dan mulai meneruskan kehidupan saya bermasyarakat.
Berbagai permasalahan mulai saya rasakan satu demi satu. Mulai dari permasalahan pribadi saya, keluarga saya, sampai yang berhubungan dengan masyarakat.
Suatu saat adik saya merencanakan sesuatu, kemudian adik saya membicarakannnya dengan kakak saya, dan ternyata kakak saya menyetujui rencana adik saya, maka dimulailah  proyek yang mereka rencakanan. awalnya saya tidak tahu rencana mereka, tiba-tiba rumah bagian dapur digusur, kemudian dibangun sebuah industri pengolahan emas, adik saya yang pandai dalam masalah perhitungan, langsung berhubungan dengan dealer, dia ambil motor baru, walaupun akhirnya diambil alih oleh kakak.
Industri pengolahan emas itu sendiri dikelola langsung oleh kakak dan dibantu adik saya, saya hanya kebagian BISING dengan suara mesin pengolahan emas itu, karena mesin itu beroperasi 24 jam nonstop.
Adik saya yang merasa motornya diambil alih marah-marah, dan ngomong ke saya, dari situ saya tahu kalau ternyata hasil pengolahannya pun sebagian besar masuk ke kantong kakak saya, Sehingga kemarahan saya memuncak, dan saya dibantu adik saya melaporkan masalah ini kepada paman yang dianggap berpegaruh, kemudian diadakan rapat seluruh keluarga, seluruh keluarga kumpul 2 kakak saya, adik adik saya, ada juga paman dan bibi ikut hadir, dan saya adalah orang yang paling keras menyuarakan untuk membongkar pengolahan itu, kalau mau diteruskan silahkan pindah dari dalam rumah, cari tempat lain.
Kakak saya beralasan bahwa usaha pengolahan emas itu untuk membiayai modal sang adik, tapi saya membantah dengan keras, saya juga adik, saya juga butuh modal, kenapa saya tidak diperhatikan?
Akhirnya saya menang, industri emas itupun dibongkar.
Semenjak kejadian itu kakak saya mungkin marah kepada saya, selama beberapa waktu dia tidak menegur saya, saya pun yang waktu itu masih diselimuti rasa marah membiarkan sikap kakak saya itu, sampai pada akhirnya saya yang mulai mencairkan suasana.
Waktu berlalu, saya menikah, dan mungkin karena rasa bersalah atau dengan rasa terpaksa, kakak saya memberikan perhiasan untuk maskawin pernikahan saya, ya walaupun harganya tidak seberapa.
Setelah saya berkeluarga, masalah demi masalah datang menghampiri, dan saya bilang kepada istri saya untuk selalu bersabar dengan sikap keluarga saya, saya mengingatkan kepada istri saya kalau saya sudah biasa hidup sendirian walaupun dalam kenyataannya keluarga saya termasuk keluarga besar.
Saya selalu berusaha untuk bersikap hati-hati dalam melangkah, saya tidak mau apa yang saya lakukan menyakiti orang lain, terutama keluarga saya, namun anehnya justru keluarga saya malah seperti memanfaatkan saya.
Kejadian terakhir terjadi 4 hari yang lalu, keponakan saya "IS" dengan seenaknya memasukkan motor pamannya "AP" ke rumah tanpa izin, tanpa ada kata-kata sedikitpun juga. ketika saya tanya adiknya, ternyata sang empunya motor katanya sedang mudik ke jawa tengah selama seminggu.
Saya tidak habis fikir, kenapa keponakan saya menyimpan motor pamannya dirumah saya, banyak pertanyaan yang timbul dari kejadian ini.

1. Yang menyusuruh memasukan motor itu siapa?
2. Yang mengizinkan motor itu ada dirumah saya siapa?
3. Emang rumah saya dianggap apa? Gudang, tempat penyimpanan barang?
4. Saya dianggap apa?

Saya berusaha untuk bersikap baik, tidak mau melakukan hal-hal yang membuat hubungan keluarga jadi terganggu, saya coba minta bantuan kakak yang di jkt, untuk ikut mengingatkan sang kakak agar setidaknya ada kata-kata entah nitip atau apa. namun rupanya tidak direspon dengan baik, hingga akhirnya setelah dua hari motor itu ada dirumah saya, saya sendiri yang ngomong ke keponakan saya untuk segera memindahkan motornya, akhirnya motor itu berhasil keluar dari rumah saya, walaupun tentunya saya sudah tahu akibatnya, kakak dari yang punya motor itu pasti akan marah kepada saya, tapi itu tidak penting bagi saya, saya sudah siap lahir batin, prinsip saya selama saya benar, saya siap berhadapan dengan siapapun, walaupun itu kakak saya.
Saya tidak ingin dihormati orang, tapi bukan berarti orang boleh sesuka hati menghina saya. jangankan saya, semutpun kalau diinjak pasti akan menggigit. 
Mungkin itulah sekilas perjalanan hidup saya.
Nasib saya yang selalu disisihkan.
Keberadaan saya yang selalu dianggap tidak ada.
Keberadaan saya hanya akan terlihat ketika saya berguna bagi mereka.
Saya sengaja menulis ini ketika perasaan saya masih penuh dengan gejolak amarah, karena kalau tidak maka apa yang saya rasakan tidak akan bisa saya ungkapkan.
Semoga hal ini tidak pernah terjadi pada kehidupan anda.